Pendidikan Menurut Al-Qur'an

Kamis, 28 Februari 2013

Pendidikan Menurut al-Qur’an
al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
6
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”.
al-Qur’an juga telah memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
7
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Dari sini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi saw. dijelaskan:
8
Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia. Karena tanpa pengetahuan niscaya manusia akan berjalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak di hari akhirat.
Imam Syafi’i pernah menyatakan:
9
Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.
Dari sini, sudah seyogyanya manusia selalu berusaha untuk menambah kualitas ilmu pengetahuan dengan terus berusaha mencarinya hingga akhir hayat.
Dalam al-Qur’an surat Thahaa ayat 114 disebutkan:
10
Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan’.”
Pemerolehan Pengetahuan dan Objeknya (Proses Pendidikan)
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap manusia dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi dan kemampuan yang berbeda dari manusia lainnya. Dengan bekal itu kemudian dia belajar: mula-mula melalui hal yang dapat diindra dengan menggunakan panca indranya sebagai jendela pengetahuan; selanjutnya bertahap dari hal-hal yang dapat diindra kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang dapat difahami. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam teori empirisme dan positivisme dalam filsafat. Dalam firman Allah Q.s. an-Nahl ayat 78 disebutkan:
12
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.[1]
Dengan pendengaran, penglihatan dan hati, manusia dapat memahami dan mengerti pengetahuan yang disampaikan kepadanya, bahkan manusia mampu menaklukkan semua makhluk sesuai dengan kehendak dan kekuasaannya. Dalam al-Qur’an surat al-Jatsiyah ayat 13 disebutkan:
13
Dan dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.
Namun, pada dasarnya proses pemerolehan pengetahuan adalah dimulai dengan membaca, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5:
14
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.
Dalam pandangan Quraish Shihab kata Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.[2]
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 101 disebutkan:
15
Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”.
Al-Qur’an membimbing manusia agar selalu memperhatikan dan menelaah alam sekitarnya. Karena dari lingkungan ini manusia juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan.
Dalam al-Qur’an surat asy-Syu’ara ayat 7 juga disebutkan:
16
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”.
Demikianlah, al-Qur’an secara dini menggarisbawahi pentingnya “membaca” dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan bacaan yang tepat.[3]
Namun, pengetahuan tidak hanya terbatas pada apa yang dapat diindra saja. Pengetahuan juga meliputi berbagai hal yang tidak dapat diindra. Sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an surat Al-Haqqah ayat 38-39:
17
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat (38). Dan dengan apa yang tidak kamu lihat (39)”.
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak. Dalam al-Qur’an surat Al-Nahl ayat 8 disebutkan:
18
Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.[4]
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.
Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama.
Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista.
Islam selalu mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun batin, keseimbangan dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:
19
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 8 juga disebutkan:
20
Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran”.
Dari sini dapat dipahami bahwa Allah selalu menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang, tidak berat sebelah. Demikian halnya dalam penciptaan manusia. Manusia juga tercipta dalam keadaan seimbang. Dari keseimbangan penciptaannya, manusia diharapkan mampu menciptakan keseimbangan diri, lingkungan dan alam semesta. Karena hanya manusia yang mampu melakukannya sebagai bentuk dari kekhalifahan manusia di muka bumi.

Episode Cinta Rosul

Kamis, 14 Februari 2013


Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran [3]:144).

Ada sebuah episode mengharukan pada hari wafatnya baginda nabi SAW. Seorang sahabat yang sangat terkenal keperkasaannya, terkenal tegas dan bersuara lantang, sahabat Umar ibnu Khattab, sewaktu mendengar berita wafatnya Rasulullah SAW langsung keluar rumah menggeret pedangnya yang terhunus sambil berkata, ‘siapa yang mengatakan Muhammad telah mati.’ Inilah pertanyaan yang lebih merupakan ancaman bahwa siapa saja yang mengatakan Rasulullah telah wafat, akan dipenggal lehernya! Dialah sahabat Umar radhiallahu ‘anhu, yang karena cintanya pada Rasulullah, begitu tidak percaya sampai lupa diri bahkan akan memenggal leher siapa saja orang yang memberitakan Rasulullah wafat.

Ada dua hal menarik yang dapat kita petik dari episode ini. Pertama, sebagaimanapun kita mencinta sesuatu, atau seseorang, entah nanti, esok atau lusa pasti kematian akan memisahkan kita dengan yang kita cintai tersebut. Bisa jadi kita yang lebih dahulu dijemput kematian, bisa juga orang yang kita cintai. Semakin besar kecintaan kita akan sesuatu, seseorang, maka rasa kehilangan pun sewaktu ditinggalkan pun akan semakin besar. Dan sayangnya, di dunia ini, semuanya, apa saja ada batas titik akhirnya. Maka yang dapat kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan perpisahan ini.

Yang kedua, kita bisa melihat para sahabat begitu mencintai Rasulullah. Kecintaan ini adalah kecintaan yang tulus karena para sahabat menyadari dialah Rasulullah yang telah berhasil menyatukan mereka yang selama ini terpisah-pisah, bermusuh-musuhan dalam kabilah-kabilah. Dialah rasulullah yang mengangkat derajat hidup mereka dari suku yang bar-bar, buas dan tidak berprikemanusiaan, biadab, pembunuh bayi-bayi yang tak berdosa menjadi kaum yang memiliki rasa persaudaraan, kasih-sayang dan solidaritas yang tinggi. Bagi para sahabat, Rasulullah adalah guru, bapak, pengayom, sahabat, pemimpin dan tempat berbagi. Di dalam riwayat lain diceritakan sahabat Umar ra sering menangis karena mengingat sebelum kedatangan Islam ia pernah mengubur bayinya hidup-hidup hanya gara-gara bayi tersebut perempuan! Umar ra, menangis mengingat bayi merah tersebut, yang tak berdaya menggapai-gapaikan tangan mungilnya. Sifat bar-bar inilah yang telah dirombak total oleh Rasulullah, diganti dengan sifat penyayang. Karena itu, Umar ra, begitu kehilangan guru yang telah mengajarkannya kasih-sayang.

Episode pada hari wafatnya Rasulullah SAW ini ditutup dengan bertekuk-lututnya Umar ra, di hadapan sahabat Abu Bakar, yang dengan lemah-lembut menyentuh hati Umar dengan pernyataan “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang?” Kalimat-kalimat Abu Bakar bagaikan air segar dari mata air di tengah-tengah kegelisahan, penyejuk di tengah-tengah kebingungan karena orang yang paling dicintai pergi untuk tidak kembali lagi. Mendengar kalimat lembah-lembut Abu Bakar, tangan Umar ra yang semula erat menggenggam pedang jatuh terkulai menyadari kesalahan aplikasi pernyataan cintanya yang berlebihan yang tak rela ditinggal orang yang dicintai.

Ikhwan fillah, kita perlu mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi perpisahan ini, perpisahan dengan yang kita cintai. Selain itu, setelah berulang kali kita memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW, mari kita tanya diri sendiri. Adakah kecintaan kita pada beliau seperti kecintaannya Umar ra? Adakah kecintaan kita pada beliau, pada ajaran-ajaran beliau bertambah tiap kali memperingati maulidnya? Hanya jiwa yang suci yang bisa menjawab tanpa apologi.

Mari kita tingkatkan kecintaan kita pada Rasulullah, pada ajaran-ajarannya agar kita dapat bersaksi sebagai pengikutnya dan mendapat syafaatnya di hari penghitungan.

Hipnoterapi



Alam bawah sadar atau yang suka disebut jiwa atau pikiran bawah sadar adalah pusat kontrol manusia dalam berpikir sehari-hari. Manusia beraktivitas biasa-biasapun baik dia sadar atau tidak sadar, selalu tergantung dari apa yang terprogram dalam alam bawah sadarnya. Ingatan di otak adalah bagian utama program dari alam bawah sadar si manusia agar beraktivitas sehari-hari dalam keadaan sadar. Salah satu contoh adalah kemampuan menyetir kendaraan berotor yaitu mobil. Ketika masih belajar menyetir, otak manusia benar-benar berkosentrasi agar cara-cara menyetir mobil benar-benar masuk ke dalam gudang memori.

Selanjutnya setelah beberapa otak akan menyusun secara rapih ingatan-ingatan tersebut, maka alam bawah sadar akan secara otomatis menjalankan progaram sehingga kita tidak usah kepayahan berkosentrasi menyetir mobil tersebut. Begitupula dengan trauma dan fobia. Trauma dan fobia amat erat kaitannya dengan ingatan kita. Ketika kita mengalami kejadian buruk dan itu benar-benar membekas dalam ingatan, maka respon dari alam bawah sadar akan otomatis memprogram pikiran kita disaat sadar bahwa kita bertemu hal-hal mirip atau berkaitan dengan ingatan buruk kita, maka kita akan menjauhi hal tersebut.

Manusia pada dasarnya memiliki roh yang berfungsi sebagai baterai dan jiwa yang berfungsi sebagai energinya. Jiwa ibarat software yang berada di otak sebagai hardware. Ibarat sebuah komputer, yang disentuh terapi hinosis sebenarnya software, yakni jiwanya. Bukan otak yang bisa diibaratkan hardware. Nah, tugas hipnosis adalah mengungkap rekaman-rekaman dalam alam bawah sadar, membuang rekaman-rekaman negatif, dan memasukkan yang positif.

Proses hipnosis yang terjadi adalah terapis memandu subjek agar dapat dengan mudah mauk ke dalam keadaan hipnosis. Tindakan atau perilaku yang terjadi karena proses hipnosi oleh terapis adalah hasil sugesti yang sangat persuasif sehingga subjek terpengaruh.

Proses hipnotis berperan membantu bagaimana alam bawah sadar itu terbuka, dan disaat terbuka itulah program-program yang sudah tertanam di alam bawah sadar bisa kita setting sesuai kehendak kita. Memang program itu tidak mungkin kita hapus, tapi kita bisa melakukan penutupan program agar fobia atau trauma tersebut bisa dihilangkan, yaitu dengan menanamkan ingatan-ingatan yang baru untuk mangcounter ingatan yang lama, di mana ingatan kejadian terburuk tersebut menimpa si pasien. Di samping itu, hipnotis juga bisa berguna untuk memaksimalkan potensi yang ada pada diri kita, termasuk meningkatkan motivasi kita untuk mencapai sesuatu.

Dengan hipnotis,orang yang sakit bisa mempercepat pemulihan tubuhnya sendiri secara maksimal dan juga mengurangi rasa sakit yang diderita. Hipnoti juga sangat efektif diterapkan pada pasien-pasien psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang diakibatkan beban stress yang terakumilasi. Dan juga dalam kondisi terhipnotis, seseorang mudah diii program pada alam bawah sadarnya. Ini yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan terapi, dari berbagai kasus kejiwaan.

Dakwah Itu Berat Bro !

Senin, 11 Februari 2013


Sebagai orang yang hanif, orang yang condong ke arah kebaikan, tentu kita menginginkan kehidupan di sekeliling kita berjalan dalam rel kebaikan, yang tentunya sesuai dengan aturan-aturan Ilahi. Sebagaimana pun kesalnya kita terhadap perilaku seseorang, kita sering berharap agar orang tersebut dapat kembali ke jalan yang benar. 

Karena itu, walau pun status kita bukan ustadz, kiai apalagi ulama kita pun sering berusaha menyadarkan saudara-saudara kita itu. Dan ini adalah sesuatu yang lumrah. Kita menginginkan semua orang yang kita kenal atau juga tidak kita kenal dapat berjalan sesuai aturan-aturan-Nya. Fitrah manusia memang sudah terlahir dalam kebaikan dan karena itu selalu menginginkan kebaikan baik untuk dirinya dan juga lingkungannya.

Akan tetapi seringkali juga orang yang kita harapkan berubah itu, setelah berulang kali kita nasihati, kita kirimi artikel-artikel untuk perbaikan, kita pinjami buku-buku Islami karena kita tidak dapat menyitir ayat-ayat Qur’ani sendiri, mereka tetap saja dalam keadaannya alias tidak juga berubah sesuai harapan kita. Dan menghadapi keadaan ini ada di antara kita yang segera undur diri, merasa frustasi dengan usahanya yang tidak juga membuahkan hasil ini.

Ikhwan fillah, sesuai judul renungan kita kali ini, kami ingin mengingatkan kita semua mengenai kerja dakwah, mengajak ke kebaikan ini. Kerja dakwah ini adalah kerja berat, terus-menerus yang tidak akan langsung membuahkan hasil. Kerja ini membutuhkan proses. Mengenai beratnya kerja ini terlukis dari firman Allah SWT kepada teladan dakwah kita, Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menegaskan: Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? (QS. An Nasyrah [94]:1-3)

Dalam ayat ini kata memberatkan menggunakan kata ‘anqadho’ dan tafsir kata ini berarti beratnya sampai terdengar bunyi (Al Qur’an dengan asbabun nuzul As Syuyuthi). Inilah perumpamaan kerja dakwah yang beratnya sampai terdengar bunyi ‘krek’ di punggung orang-orang yang siap menanggung kerja ini. Bahkan di bagian lain, Allah menegaskan bahwa kerja ini akan diturunkan, ditumpahkan.

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (QS. Al Muzammil [73]: 1-5)

Kata menurunkan dalam ayat (5) surat Muzammil di atas menggunakan kata ‘nalqa, sanulqi’ dan makna kata ‘nalqa’ ini adalah menurunkan persis seperti orang yang berjalan jauh membawa beban berat di kepalanya kemudian orang tersebut menurunkan, menumpahkan beban tersebut mungkin seraya bergumam, nih bebannya, silakan ambil. Subhanallah! Dan beban yang dimaksud tiada lain adalah beban dakwah.

Jadi kerja dakwah ini adalah kerja berat. Karena itu hal yang paling dibutuhkan adalah kesabaran pelakunya. Inilah kerja yang membutuhkan pelaku-pelaku yang tidak berjiwa ekspres, ingin cepat membuahkan hasil seperti makanan siap saji.

Selain kesabaran, pelaku dakwah juga dituntut untuk istiqomah, lurus dalam dakwahnya, dalam kalimat-kalimat yang disampaikannya. Jangan pernah berharap untuk melarang anak kecil merokok sambil kita sendiri mengepulkan asap rokok. Pelaku dakwah dituntut untuk menjadi pelaku pertama dari apa yang disampaikannya. Bila saja kita terlihat tidak konsisten, itu alamat apa yang kita sampaikan tidak akan berhasil.

Dan jangan lupa, pelaku dakwah juga harus menyandarkan segala aktivitasnya kepada sandaran Ilahi. Kita doakan obyek dakwah kita, kita mohonkan mereka dan kita sendiri agar tetap berada di jalan yang lurus. Rasulullah SAW sewaktu dilempari oleh penduduk thaif, beliau tidak memohon agar penduduk Thaif dihancurkan seperti anjuran Jibril. Tetapi yang beliau mohon adalah agar penduduk Thaif diberi hidayah oleh Allah SWT.

Ibadah Sungsang


Suatu ketika Rasulullah sedang bersama para sahabat. Tiba-tiba serombongan orang lewat sambil mengusung keranda menuju pemakaman. Melihat rombongan tersebut, Rasulullah SAW langsung berdiri yang diikuti oleh para sahabat. Setelah rombongan lewat, salah seorang sahabat ‘menegur’ Rasulullah memberitahu bahwa yang lewat tersebut adalah rombongan pengiring jenazah orang Yahudi. Mendengar hal ini Rasulullah menjelaskan bahwa yang perlu dipahami jenazah tersebut tadinya adalah manusia juga. Karena itu beliau berdiri untuk menghormati kemanusiaan jenazah – dalam hal ini jenazah orang Yahudi tersebut.

Ikhwan fillah, kalau kita mau mencoba kritis terhadap kehidupan kita sekarang ini, marilah kita melihat kegiatan apa yang dihormati dengan cara berdiri. Kita tentu pernah menghadiri upacara pernikahan saudara-saudara kita. Sebelum kedua mempelai keluar menuju pelaminan, pembawa acara akan mempersilakan hadirin tamu undangan untuk berdiri. Ya, dalam kehidupan kita sekarang ini, yang mendapatkan penghormatan dengan cara berdiri, penghormatan yang seharusnya diberikan kepada mayat adalah sepasang pengantin yang baru memasuki babak baru dalam kehidupan. Wallahua’lam. Dalam satu kesempatan lain, sewaktu Rasulullah SAW memasuki majlis, para sahabat yang lebih dahulu datang berdiri untuk menyambut Rasulullah SAW. Tetapi oleh Rasulullah SAW para sahabat disuruh untuk tetap duduk. Beliau tidak ingin diperlakukan seperti raja.

Mari kita lanjutkan karena kita menyinggung proses pernikahan.

Mahar, maskawin yang lagi tren sekarang adalah mahar berupa seperangkat alat sholat dan satu buah mushaf Al Qur’an. Tanpa bermaksud pesimistis terhadap kecenderungan seperti ini, kita seharusnya menanamkan kepada pemuda yang akan melangsungkan pernikahan bahwa seperangkat alat sholat dan mushaf Al Qur’an tersebut bukan bukti, simbolisasi keberagamaan seseorang. Tinggi rendahnya tingkat keberagamaan seseorang, baiknya kualitas iman seseorang tidak dapat ditunjukkan dengan sekedar memberikan alat sholat dan satu buah Al Qur’an itu apalagi yang tersimpan dan terbungkus rapi. Tetapi hal ini ditunjukkan oleh pengamalan simbolisasi ini. Contoh konkritnya mungkin seberapa sering seperangkat alat sholat tersebut dipakai untuk sholat dan seberapa sering Al Qur’an itu dibaca untuk dipahami dan dijadikan pedoman dalam keluarga baru ini. Dengan kata lain, di dalam simbolisasi pemberian seperangkat alat sholat dan satu mushaf Al Qur’an tersebut tersimpan kewajiban besar bagi si suami untuk mengajarkan sholat atau mengajarkan membaca Al Qur’an apabila kebetulan si istri belum bisa sholat atau bahkan belum bisa sekedar membaca Al Qur’an.

Baik, karena kebetulan membahas simbolisasi Islam.

Biasanya di rumah-rumah keluarga yang baru dibina ini, termasuk keluarga-keluarga lama, sering kita jumpai hiasan kaligrafi yang diambil dari potongan-potongan ayat Al Qur’an. Ayat yang paling sering dijadikan hiasan kaligrafi adalah ayat kursi yang maknanya sebagai berikut:

Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. 2:255)

Ayat kursi ini menekankan tentang ketauhidan, pengesaan Allah, tiada Tuhan selain Dia. Akan tetapi seringkali orang yang memasang hiasan ayat kursi ini telah terjerumus, mencari perlindungan dari ayat kursi ini. Atau paling tidak ayat kursi ini diyakini sebagai penegas, bukti bahwa pemiliknya beriman.

By the way, sebelum kita terlalu jauh, mari kita kembali ke awal renungan kita hari ini. Banyak sekali yang mesti kita reformasi, terutama kualitas iman kita. Mudah-mudahan beberapa contoh di atas dapat menjadi bekal bagi para pemuda (dan tentunya juga pemudi) yang akan segera melangsungkan pernikahan. Juga tentunya mudah-mudahan bermanfaat bagi orang tua yang akan segera menikahkan putra-putrinya.

Jangan kita sok merasa beribadah padahal ibadah kita sungsang, salah penempatan. Yang lebih parah, selain sungsang, ibadah kita juga salah secara syariat. Yang tidak ada tuntunan ditinggi-tinggikan, sementara yang dianjurkan, kok ditinggalkan.

Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Amien.
Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Mengenai Saya

Foto saya
Kenalin Teman, namaku Miftahul Khoirul Azizah. . . Aku lahir di Kediri, tepatnya pada tanggal 14 Oktobe 1995. Dan saat ini, aku sedang mengenyam pendidikan di salah satu sekolah favorit di Kotaku. Yakni, Madrasah Aliyah Negeri Kota Kediri 3. Salam kenal ya. . . :)

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news