Sajen Dalam Kosmologi Jawa dan Perspektif Islam

Minggu, 27 Januari 2013



a     Sajen dalam Kosmologi Jawa
Secara umum ada 3 sajen versi Jawa, yaitu :
1.      Sesaji Selamatan; Sesaji yang ditujukan untuk menyenangkan.
Biasanya dilakukan ketika membuka lahan baru sebagai laku hormat untuk mencegah kecelakaan, wabah epidemik, akan mememulai pekerjaan besar seperti; bangun rumah, jembatan, pidah rumah yang biasa disebut ngruwat grasukan.
Sesaji keselamatan ini dihaturkan utamanya pada Indra, dayang desa, punden dan yang diyakini bisa membantu. Juga kepada roh – roh halus, hantu, dewa, ulama, para wali bahkan para nabi. Juga pada Yang Kuasa.
2.      Sesaji Penulakan; sesaji yang dihaturkan pada roh – roh jahat agar terhindar dari gangguannya.
Biasanya untuk mencegah penyakit orang dewasa diberi Bayu dan Baya juga Dhengen. Dan untuk melindungi bayi diberikan sesaji pada Sawan dan Sarap selama sepekan semenjak hari kelahiran. Dan bagi yang mempunyai pesugihan, memberikan sesaji kepada Blorong, Tuyl, dan lain – lain.
3.      Sesaji Wadima; sesaji rutinan yang dimaksud sebagaimana dua macam sesaji diatas.
Dalam hajat temanten, wadima biasanya diberikan saat pasang tarub, sasrahan, widodaren, tigas rekmo, acara manten, dan majmukan.
Wadima untuk anak adalah saat dirasakan ada benih ( ngebor-ebori), hamil tiga bulan(neloni), tujuh bulan(ningkepi/mitoni), sembilan bulan(memelu sedulur), hari kelahiran(brokohan), dan sebagainya.
Sedangkan Wadima untuk kematian dilakukan sejak hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, pendak setahun, sewunan, pendak tiga tahun sampai pendak delapan tahun.

Waktu – waktu utama untuk sesaji rutin ini adalah malam jumat secara umum. Malam jumat wage yang biasanay dikhususkan untuk sajian keselamatan binatang ternak. Malam jumat kliwon dianggap suci dan dikhusukan untuk nyekar. Juga malam selsa kliwon yang biasa disebut hari anggoro-kasih; yakni hari yang baik sekali untuk sesaji. Dan yang paling ramai adalah malam jumat legi. Yakni sesajian untuk semua roh; roh leluhur atau roh jahat. Terkhusus lagi pada malam satu Suro.
Dan ritual seperti ini masih banyak ditemui di beberapa tempat – tempat yang dikeramatkan.  Seperti lokasi Menang Pagu Kediri, Air Terjun Sedudo Ngliman Nganjuk, Ngujang Tulung-agung, dan lain – lain.

b)      Sajen dalam Perspektif Islam
Orang Arab jahiliyah biasa menyembelih persembahan seraya berteriak “ Untuk nama Latta, Uzza, dan lain – lain”. Orang Yunani menyebut nama Homeros. Orang Sudan menghindari menyebut nama Allah agar darah yang mengalir bisa diminum jin. Sebab jin akan lari bila ada nur asma Allah. Adapun di Jawa, sembelihan dipersembahkan untuk Nyi Roro Kidul. Jika tidak, Kanjeng Ratu akan murka dan menyebar penyakit. Di pantai Puger Jember diadakan larung untuk Nyai Tlingas yang dipercaya sebagai punggawa Nyai Roro Kidul. Dalam upacara Rokat Tase, penduduk Klampis Brat Sumenep mengantung kepala sapi di laut untuk keselamatan nelayan dan hasil tangkapan yang melimpah, dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Dalam surat Al- Maidah:03 Allah SWT memperingatkan :
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih di atas nama selain Allah.”
Dalam kasus penyembelihan yang ditujukan agar darahnya bisa diminum jin dengan menghindari menyebut asma Allah, maka haram dimakan, akan tetapi, tidak sampai menyebabkan kufur. Sayid Muhammad Syatho menuturkan orang yang menyembelih untuk taqorrub pada Allah agar Allah menolak gangguan jin darinya tidaklah haram, namun jika ditujukan untuk jin itu sendiri maka haram hukumnya bila dimakan. Bahkan jika mengagungkannya bisa menjadi kufur.
Untuk sesaji berupa peletakan makanan, bunga-bunga di jalan, lahan kerja, rumah-rumah yang ditujukan untuk roh yang telah meninggal di hari-hari tertentu adalah pekerjaan syirik dan haram. Sedangkan mengagungkan mata air, pohon, atau batu dengan mengharap kesembuhan dan terlaksananya hajat tertentu termasuk perbuatan bid’ah serta menjadi tipuan ayaitan terhadap orang awam.
Jadi sesaji jika memang benar-benar ditujukan untuk menghormati, meminta perlindungan kepada arwah maka bisa menyebabkan kufur, otomatis makanan itu menjadi mubazir sebab haram dimakan. Jika hanya ikut-ikutan tanpa ada tujuannya mengagungkan tidak sampai kufur namun tetap haram. Adapun yang menghukumi halal adalah jika tujuannya untuk mendekat pada Allah SWT agar dijaga dari gangguan syaiton.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Mengenai Saya

Foto saya
Kenalin Teman, namaku Miftahul Khoirul Azizah. . . Aku lahir di Kediri, tepatnya pada tanggal 14 Oktobe 1995. Dan saat ini, aku sedang mengenyam pendidikan di salah satu sekolah favorit di Kotaku. Yakni, Madrasah Aliyah Negeri Kota Kediri 3. Salam kenal ya. . . :)

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news