a
Sajen dalam Kosmologi Jawa
Secara
umum ada 3 sajen versi Jawa, yaitu :
1.
Sesaji Selamatan; Sesaji yang ditujukan untuk menyenangkan.
Biasanya
dilakukan ketika membuka lahan baru sebagai laku hormat untuk mencegah
kecelakaan, wabah epidemik, akan mememulai pekerjaan besar seperti; bangun
rumah, jembatan, pidah rumah yang biasa disebut ngruwat grasukan.
Sesaji
keselamatan ini dihaturkan utamanya pada Indra, dayang desa, punden dan yang
diyakini bisa membantu. Juga kepada roh – roh halus, hantu, dewa, ulama, para
wali bahkan para nabi. Juga pada Yang Kuasa.
2.
Sesaji Penulakan; sesaji yang dihaturkan pada roh – roh jahat agar
terhindar dari gangguannya.
Biasanya
untuk mencegah penyakit orang dewasa diberi Bayu dan Baya juga Dhengen. Dan
untuk melindungi bayi diberikan sesaji pada Sawan dan Sarap selama sepekan
semenjak hari kelahiran. Dan bagi yang mempunyai pesugihan, memberikan sesaji
kepada Blorong, Tuyl, dan lain – lain.
3.
Sesaji Wadima; sesaji rutinan yang dimaksud sebagaimana dua macam
sesaji diatas.
Dalam
hajat temanten, wadima biasanya diberikan saat pasang tarub, sasrahan,
widodaren, tigas rekmo, acara manten, dan majmukan.
Wadima
untuk anak adalah saat dirasakan ada benih ( ngebor-ebori), hamil tiga bulan(neloni),
tujuh bulan(ningkepi/mitoni), sembilan bulan(memelu sedulur), hari
kelahiran(brokohan), dan sebagainya.
Sedangkan
Wadima untuk kematian dilakukan sejak hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat
puluh, keseratus, pendak setahun, sewunan, pendak tiga tahun sampai pendak
delapan tahun.
Waktu
– waktu utama untuk sesaji rutin ini adalah malam jumat secara umum. Malam
jumat wage yang biasanay dikhususkan untuk sajian keselamatan binatang ternak.
Malam jumat kliwon dianggap suci dan dikhusukan untuk nyekar. Juga malam selsa
kliwon yang biasa disebut hari anggoro-kasih; yakni hari yang baik sekali untuk
sesaji. Dan yang paling ramai adalah malam jumat legi. Yakni sesajian untuk
semua roh; roh leluhur atau roh jahat. Terkhusus lagi pada malam satu Suro.
Dan ritual
seperti ini masih banyak ditemui di beberapa tempat – tempat yang dikeramatkan.
Seperti lokasi Menang Pagu Kediri, Air
Terjun Sedudo Ngliman Nganjuk, Ngujang Tulung-agung, dan lain – lain.
b)
Sajen dalam Perspektif Islam
Orang
Arab jahiliyah biasa menyembelih persembahan seraya berteriak “ Untuk nama
Latta, Uzza, dan lain – lain”. Orang Yunani menyebut nama Homeros. Orang Sudan
menghindari menyebut nama Allah agar darah yang mengalir bisa diminum jin.
Sebab jin akan lari bila ada nur asma Allah. Adapun di Jawa, sembelihan
dipersembahkan untuk Nyi Roro Kidul. Jika tidak, Kanjeng Ratu akan murka dan
menyebar penyakit. Di pantai Puger Jember diadakan larung untuk Nyai Tlingas
yang dipercaya sebagai punggawa Nyai Roro Kidul. Dalam upacara Rokat Tase,
penduduk Klampis Brat Sumenep mengantung kepala sapi di laut untuk keselamatan
nelayan dan hasil tangkapan yang melimpah, dan masih banyak lagi contoh
lainnya.
Dalam
surat Al- Maidah:03 Allah SWT memperingatkan :
“
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih di atas nama selain Allah.”
Dalam
kasus penyembelihan yang ditujukan agar darahnya bisa diminum jin dengan
menghindari menyebut asma Allah, maka haram dimakan, akan tetapi, tidak sampai
menyebabkan kufur. Sayid Muhammad Syatho menuturkan orang yang menyembelih
untuk taqorrub pada Allah agar Allah menolak gangguan jin darinya tidaklah
haram, namun jika ditujukan untuk jin itu sendiri maka haram hukumnya bila
dimakan. Bahkan jika mengagungkannya bisa menjadi kufur.
Untuk
sesaji berupa peletakan makanan, bunga-bunga di jalan, lahan kerja, rumah-rumah
yang ditujukan untuk roh yang telah meninggal di hari-hari tertentu adalah
pekerjaan syirik dan haram. Sedangkan mengagungkan mata air, pohon, atau batu
dengan mengharap kesembuhan dan terlaksananya hajat tertentu termasuk perbuatan
bid’ah serta menjadi tipuan ayaitan terhadap orang awam.
Jadi
sesaji jika memang benar-benar ditujukan untuk menghormati, meminta
perlindungan kepada arwah maka bisa menyebabkan kufur, otomatis makanan itu
menjadi mubazir sebab haram dimakan. Jika hanya ikut-ikutan tanpa ada tujuannya
mengagungkan tidak sampai kufur namun tetap haram. Adapun yang menghukumi halal
adalah jika tujuannya untuk mendekat pada Allah SWT agar dijaga dari gangguan
syaiton.
0 komentar:
Posting Komentar