Sebagai orang yang hanif, orang
yang condong ke arah kebaikan, tentu kita menginginkan kehidupan di sekeliling
kita berjalan dalam rel kebaikan, yang tentunya sesuai dengan aturan-aturan
Ilahi. Sebagaimana pun kesalnya kita terhadap perilaku seseorang, kita sering
berharap agar orang tersebut dapat kembali ke jalan yang benar.
Karena itu, walau pun status kita
bukan ustadz, kiai apalagi ulama kita pun sering berusaha menyadarkan
saudara-saudara kita itu. Dan ini adalah sesuatu yang lumrah. Kita menginginkan
semua orang yang kita kenal atau juga tidak kita kenal dapat berjalan sesuai
aturan-aturan-Nya. Fitrah manusia memang sudah terlahir dalam kebaikan dan
karena itu selalu menginginkan kebaikan baik untuk dirinya dan juga
lingkungannya.
Akan tetapi seringkali juga orang
yang kita harapkan berubah itu, setelah berulang kali kita nasihati, kita
kirimi artikel-artikel untuk perbaikan, kita pinjami buku-buku Islami karena
kita tidak dapat menyitir ayat-ayat Qur’ani sendiri, mereka tetap saja dalam
keadaannya alias tidak juga berubah sesuai harapan kita. Dan menghadapi keadaan
ini ada di antara kita yang segera undur diri, merasa frustasi dengan usahanya
yang tidak juga membuahkan hasil ini.
Ikhwan fillah,
sesuai judul renungan kita kali ini, kami ingin mengingatkan kita semua
mengenai kerja dakwah, mengajak ke kebaikan ini. Kerja dakwah ini adalah kerja
berat, terus-menerus yang tidak akan langsung membuahkan hasil. Kerja ini
membutuhkan proses. Mengenai beratnya kerja ini terlukis dari firman Allah SWT
kepada teladan dakwah kita, Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menegaskan: Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu
bebanmu, yang memberatkan punggungmu? (QS. An Nasyrah [94]:1-3)
Dalam ayat ini kata memberatkan
menggunakan kata ‘anqadho’ dan tafsir kata ini berarti beratnya sampai terdengar
bunyi (Al Qur’an dengan asbabun nuzul As Syuyuthi). Inilah perumpamaan kerja
dakwah yang beratnya sampai terdengar bunyi ‘krek’ di punggung orang-orang yang
siap menanggung kerja ini. Bahkan di bagian lain, Allah menegaskan bahwa kerja
ini akan diturunkan, ditumpahkan.
Hai orang yang berselimut
(Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit
(daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,
atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (QS. Al
Muzammil [73]: 1-5)
Kata menurunkan dalam ayat (5) surat Muzammil di atas
menggunakan kata ‘nalqa, sanulqi’ dan makna kata ‘nalqa’ ini adalah menurunkan
persis seperti orang yang berjalan jauh membawa beban berat di kepalanya
kemudian orang tersebut menurunkan, menumpahkan beban tersebut mungkin seraya
bergumam, nih bebannya, silakan ambil. Subhanallah! Dan beban yang dimaksud
tiada lain adalah beban dakwah.
Jadi kerja dakwah ini adalah kerja
berat. Karena itu hal yang paling dibutuhkan adalah kesabaran pelakunya. Inilah
kerja yang membutuhkan pelaku-pelaku yang tidak berjiwa ekspres, ingin cepat
membuahkan hasil seperti makanan siap saji.
Selain kesabaran, pelaku dakwah
juga dituntut untuk istiqomah, lurus dalam dakwahnya, dalam kalimat-kalimat
yang disampaikannya. Jangan pernah berharap untuk melarang anak kecil merokok
sambil kita sendiri mengepulkan asap rokok. Pelaku dakwah dituntut untuk
menjadi pelaku pertama dari apa yang disampaikannya. Bila saja kita terlihat
tidak konsisten, itu alamat apa yang kita sampaikan tidak akan berhasil.
Dan jangan lupa, pelaku dakwah juga
harus menyandarkan segala aktivitasnya kepada sandaran Ilahi. Kita doakan obyek
dakwah kita, kita mohonkan mereka dan kita sendiri agar tetap berada di jalan
yang lurus. Rasulullah SAW sewaktu dilempari oleh penduduk thaif, beliau tidak
memohon agar penduduk Thaif dihancurkan seperti anjuran Jibril. Tetapi yang
beliau mohon adalah agar penduduk Thaif diberi hidayah oleh Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar