Suatu ketika Rasulullah sedang
bersama para sahabat. Tiba-tiba serombongan orang lewat sambil mengusung keranda
menuju pemakaman. Melihat rombongan tersebut, Rasulullah SAW langsung berdiri
yang diikuti oleh para sahabat. Setelah rombongan lewat, salah seorang sahabat
‘menegur’ Rasulullah memberitahu bahwa yang lewat tersebut adalah rombongan
pengiring jenazah orang Yahudi. Mendengar hal ini Rasulullah menjelaskan bahwa
yang perlu dipahami jenazah tersebut tadinya adalah manusia juga. Karena itu
beliau berdiri untuk menghormati kemanusiaan jenazah – dalam hal ini jenazah
orang Yahudi tersebut.
Ikhwan fillah,
kalau kita mau mencoba kritis terhadap kehidupan kita sekarang ini, marilah
kita melihat kegiatan apa yang dihormati dengan cara berdiri. Kita tentu pernah
menghadiri upacara pernikahan saudara-saudara kita. Sebelum kedua mempelai
keluar menuju pelaminan, pembawa acara akan mempersilakan hadirin tamu undangan
untuk berdiri. Ya, dalam kehidupan kita sekarang ini, yang mendapatkan
penghormatan dengan cara berdiri, penghormatan yang seharusnya diberikan kepada
mayat adalah sepasang pengantin yang baru memasuki babak baru dalam kehidupan.
Wallahua’lam. Dalam satu kesempatan lain, sewaktu Rasulullah SAW memasuki
majlis, para sahabat yang lebih dahulu datang berdiri untuk menyambut
Rasulullah SAW. Tetapi oleh Rasulullah SAW para sahabat disuruh untuk tetap
duduk. Beliau tidak ingin diperlakukan seperti raja.
Mari
kita lanjutkan karena kita menyinggung proses pernikahan.
Mahar, maskawin yang lagi tren
sekarang adalah mahar berupa seperangkat alat sholat dan satu buah mushaf Al
Qur’an. Tanpa bermaksud pesimistis terhadap kecenderungan seperti ini, kita
seharusnya menanamkan kepada pemuda yang akan melangsungkan pernikahan bahwa
seperangkat alat sholat dan mushaf Al Qur’an tersebut bukan bukti, simbolisasi
keberagamaan seseorang. Tinggi rendahnya tingkat keberagamaan seseorang,
baiknya kualitas iman seseorang tidak dapat ditunjukkan dengan sekedar
memberikan alat sholat dan satu buah Al Qur’an itu apalagi yang tersimpan dan
terbungkus rapi. Tetapi hal ini ditunjukkan oleh pengamalan simbolisasi ini.
Contoh konkritnya mungkin seberapa sering seperangkat alat sholat tersebut
dipakai untuk sholat dan seberapa sering Al Qur’an itu dibaca untuk dipahami
dan dijadikan pedoman dalam keluarga baru ini. Dengan kata lain, di dalam
simbolisasi pemberian seperangkat alat sholat dan satu mushaf Al Qur’an
tersebut tersimpan kewajiban besar bagi si suami untuk mengajarkan sholat atau
mengajarkan membaca Al Qur’an apabila kebetulan si istri belum bisa sholat atau
bahkan belum bisa sekedar membaca Al Qur’an.
Baik, karena kebetulan membahas
simbolisasi Islam.
Biasanya di rumah-rumah keluarga
yang baru dibina ini, termasuk keluarga-keluarga lama, sering kita jumpai
hiasan kaligrafi yang diambil dari potongan-potongan ayat Al Qur’an. Ayat yang
paling sering dijadikan hiasan kaligrafi adalah ayat kursi yang maknanya
sebagai berikut:
Allah tidak ada Ilah melainkan Dia
Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan
tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat
memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar. (QS. 2:255)
Ayat kursi ini menekankan tentang
ketauhidan, pengesaan Allah, tiada Tuhan selain Dia. Akan tetapi seringkali
orang yang memasang hiasan ayat kursi ini telah terjerumus, mencari perlindungan
dari ayat kursi ini. Atau paling tidak ayat kursi ini diyakini sebagai penegas,
bukti bahwa pemiliknya beriman.
By the way, sebelum kita terlalu
jauh, mari kita kembali ke awal renungan kita hari ini. Banyak sekali yang mesti kita reformasi, terutama
kualitas iman kita. Mudah-mudahan beberapa contoh di atas dapat menjadi bekal
bagi para pemuda (dan tentunya juga pemudi) yang akan segera melangsungkan
pernikahan. Juga tentunya mudah-mudahan bermanfaat bagi orang tua yang akan
segera menikahkan putra-putrinya.
Jangan kita sok merasa beribadah
padahal ibadah kita sungsang, salah penempatan. Yang lebih parah, selain sungsang, ibadah kita juga salah secara
syariat. Yang tidak ada tuntunan ditinggi-tinggikan, sementara yang dianjurkan,
kok ditinggalkan.
Ya Allah tunjukilah kami jalan yang
lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Amien.
1 komentar:
kog postingannya islami semua eaaahhh...
Posting Komentar