Proses penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya melalui kekuasaan politik, sehingga mendukung meluasnya ajaran
Islam. Sebelum Islam dipeluk secara luas, perkembangan Islam melanya terjadi di
kota – kota pelabuhan. Selanjutnya secara perlahan – lahan tapi pasti agama
Islam mulai dipeluk para penguasa pelabuhan lokal. Islam telah memberikan
identitas baru sebagai simbol perlawanan terhadap penguasa pusat Hindu di
pedalaman. Berangkat dari kerajaan kecil berbasis maritim kemudian agama Islam
berkembang dan menyebar lebih luas sampai jauh ke pedalaman.
a) Kerajaan Islam Samudra Pasai
Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah kerajaan
Islam pertama di Indonesia. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan
sekitar awal atau pertengahan abad ke-13 M. Raja pertamanya adalah Malik
al-Sholeh. Pulau Sumatra adalah daerah Nusantara yang paling awal melakukan
kontak dengan para saudagar muslim. Keberadaan para saudagar muslim merupakan
sumber ekonomi yang sangat menguntungkan. Penyebaran agama Islam di Nusantara pada abad
13 M tidak lagi menjadi monopoli para saudagar muslim. Peran da’i profesional
menjadi lebih menonjol. Sasaran dakwahnya lebih diarahkan pada para penguasa
pelabuhan.
Hikayat raja-raja pasai juga sebagai bukti
peran da’i profesional. Hikayat ini menceritakan penguasa Samudra Pasai bernama
Merah Silu (Malik al-Saleh) yang memeluk Islam atas ajakan Syekh Ismail. Letak
kerajaan Samudra Pasai berada Malik al-Zahir terkenal sebagai seorang raja yang
ortodoks. Ia mengadakan hubungan dengan
dunia Islam. Ia juga terkenal sebagai seorang raja muslim yang tak
segan-segan memerangi negeri penyembah berhala dibawah kekuasaanya.
b) Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan yang didirikan
oleh Raden Patah ini pada awalnya adalah sebuah wilayah dengan nama Glagah atau
Bintoro yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Majapahit mengalami
kemunduran pada akhir abad ke-15. Kemunduran ini memberi peluang bagi Demak
untuk berkembang menjadi kota besar dan pusat perdagangan. Dengan bantuan para
ulama Walisongo, Demak berkembang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa
dan wilayah timur Nusantara.
Sebagai kerajaan, Demak diperintah silih berganti oleh raja-raja. Demak
didirikan oleh Raden Patah (1500-1518) yang bergelar Sultan Alam Akhbar al
Fatah. Raden Patah sebenarnya adalah Pangeran Jimbun, putra raja Majapahit.
Pada masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Daerah kekuasaannya meliputi
daerah Demak sendiri, Semarang, Tegal, Jepara dan sekitarnya, dan cukup
berpengaruh di Palembang dan Jambi di Sumatera, serta beberapa wilayah di
Kalimantan. Karena memiliki bandar-bandar penting seperti Jepara, Tuban,
Sedayu, Gresik.
Raden Patah memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadi
negara maritim yang kuat. Dengan kekuatannya itu, Demak mencoba menyerang
Portugis yang pada saat itu menguasai Malaka. Demak membantu Malaka karena
kepentingan Demak turut terganggu dengan hadirnya Portugis di Malaka. Namun,
serangan itu gagal.
Dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari
kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang
utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid
Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo)
itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi
Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
c) Kerajaan Islam
di Aceh
Kerajaan
Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh
Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting
karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka. Pusat
pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak
pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum
bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah
kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Aceh
mencapai jaman keemasan di bawah pemerintah Sultan Iskandar Muda yang
memerintah tahun 1607-1936. ia adalah orang yang cakap dan pemeluk Islam yang
taat. Wilayah di Semenanjung Malaya, seperti Johor, Kedah, pahang berhasil dikuasai.
Demikian juga daerah Perlak, Pulau Bintan dan Nias. Iskandar muda bersikap anti
penjajah. Ia bercita-cita dapat mengusir Portugis dari Malaka. Oleh sebab itu
Iskandar Muda beberapa kali menyerang Portugis di Malaka. Contoh, tahun 1629,
ia melakukan serangan besar-besaran ke Malaka. Namun karena persenjataan yang
tidak seimbang belum berhasil. Portugis pun juga menyerang dan berusaha
menguasai Aceh, namun selalu dapat dipukul mundur oleh tentara Aceh.
Pada masa
kekuasaan Iskandar Muda disusun suatu Undang-undang tentang tata Pemerintah.
Undang-undang itu disebut Adat Mahkota Alam. Tahun 1636 Sultan Iskandar Muda
Wafat kemudian digantikan Sultan Iskandar thani. Sultan Iskandar Thani
memerintah sampai tahun 1641. raja-raja yang berkuasa selanjutnya lemah.
Sementara tahun 1641 Belanda sudah berhasil menguasai Malaka. Lama kelamaan
Belanda pun berhasil memasukkan pengaruhnya ke Aceh.
Peninggalan
sejarah dari kerajaan Aceh antara lain berupa koin emas, stempel kerajaan,
makam Sultan Iskandar Muda, Rencong, juga beberapa karya sastra. Dalam bidang
kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama,
yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti
Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan, Syamsuddin
al-Sumatrani dalam bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri
dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya
Mi’raj al-Tulabb Fi Fashil.
0 komentar:
Posting Komentar